welcome to my home

I want all of you to feel just like home whenever you enter my page, so enjoy your 'feels like home' in here and free to drop comments

Jalan-jalan 10 hari – Why Not (Part2)

May 22, 2009



Journey Continues… Deg-degan juga neh!


Kami tiba di terminal Bas Pasar Rakyat hampir jam 7 malam, segera aku mengabari orang rumah Wisma kalau kami sudah kembali dari Genting.

Sesampainya kembali di Wisma, kami segera bersiap-siap karena kami akan berangkat menuju Hat Yai jam 9.30 malam ini menggunakan Konsortium Bas Ekspres Semenanjung (nah, ini dia si 1st class). Makan malam terakhir di Wisma, sempat deg-degan membayangkan kami, aku terutama akan memulai perjalanan yang sebenarnya, as first-timer there’s always this anxiety tapi aku pikir wajar ini tokh sama halnya yang aku alami dulu ketika memulai perjalanan di dalam negeri.

Pak Nanto, the amazing driver, melepas kami di terminal Bas Pasar Rakyat.

Pemilik travel Konsortium Bas Ekspres yang telah banyak membantu kami itu dipanggil Uncle Solo (katanya, orang Indonesia pasti familiar dengan namanya itu, yes indeed…). Begitu melihat kami datang, ia menyambut kami (lagi-lagi) dengan bekal penganan dan air minum – kami sempat risih karena semakin banyak pula bawaan kami karenanya but we will regret it later on our way.

Kami segera ditunjukkan sebuah bas yang mirip dengan bas tingkat, berwarna merah dan terlihat sangat nyaman. Benar saja yang Uncle Solo gembar-gemborkan siang tadi, dengan kapasitas 18 seat saja kendaraan, it’s reclining seat with XL space dilengkapi dengan TV monitor serta remote player-nya (double wow!), and of course a blanket (what can u expect from a nite-bus); harga 60 RM nampak sepantasnya.

Kami masih punya waktu sebelum berangkat, sedikit foto-foto di Terminal Bas Pasar Rakyat waktu malam boleh kan? ;)

Bas meluncur lewat sedikit dari jam 9.30, dan sebelum lepas dari KL kami sempat mampir di Terminal Bas Purudaya untuk mengambil penumpang lain. Kami meninggalkan hiruk-pikuk malam minggu kota KL dan waktu menunjukkan jam 10 malam – wwhhoooaaamm…

Hari 3 (26/4) Kami sempat berhenti beberapa kali, seingatku jam 2 pagi kami dibangunkan di sebuah terminal, dan kondektur bas secara kolektif mengumpulkan passport kami, selama di sana kami bisa ke toilet atau memesan makanan karena tempat kami berhenti mirip terminal pemberhentian yang juga ada di Indonesia. Kami di sana hampir 20 menitan. Ketika akan berangkat kembali kondektur bas mengembalikan passport kami beserta permit form yang neatly typed!

Saran1: jangan langsung terpesona, segeralah cek kebenaran data yang dicantumkan, pada kasusku dan Dian, dengan passport Indonesia kami tertulis sebagai warga negara Malaysia – bisa bahaya di perbatasan nanti.

Saran2: di terminal itu, jika ingin ke toilet jangan ditahan ya... di perbatasan nanti juga ada toilet umum, tapi nggak jamin kebersihannya (dan keharuman bau-nya)

Saran3: sisihkan uang kecil untuk biaya tak terduga di jalan, misal: ya ke toilet lah…

Perjalanan ke perbatasan menurut keterangan kondektur bas masih 2 jam lagi, so I decided to continue my dream – yang jelas bukan soal Bukan Cinta Biasa yang tadi ditonton Dian ya ;p

Sesampai di Changloon, perbatasan Malaysia, kami diminta turun dari bas dan mengantri di loket. Ada banyak sekali bas yang mengantri, termasuk kendaraan pribadi. Masih dalam keadaan mengantuk aku mengecek tas pinggangku (benda itu tidak pernah lepas, kecuali ketika tidur dan mandi tentunya, karena di sanalah aku menyimpan my most important stuffs), mengeluarkan passport dan memastikan surat-suratnya lengkap.

Petugas di balik bilik itu sempat mengajukan beberapa pertanyaan, mungkin hendak basa-basi, aku menanggapinya dengan ramah meski masih digelayuti kantuk, hey… you got nothing to lose for being polite!

Selepasnya kami segera kembali masuk ke dalam bas yang sudah mengantri di depan gerbang pintu perbatasan.
Tidak begitu lama berjalan, kami tiba di Sadao, perbatasan Thailand. Lagi-lagi kami harus turun dari bas, namun kali ini kami diminta membawa barang-barang bawaan kami (I mean all). I was so excited, aku lihat teman-teman juga sangat antusias, akhirnya pagi datang dan kami bisa melihat dengan jelas muka-muka orang Thai dan kami memang telah tiba di Thailand – just one step closer to where we’re heading.

Kesalahan pertama: malu bertanya sesat di jalan, kalau lupa? Apalageee.. itu lah, kita lupa pesen ke cik kondektur kalau kita mo turun di Hat Yai Bus Terminal. Rupanya bus terminal itu sempat kami lewati ketika memasuki sisi selatan kota menuju pemberhentian Konsortium Bas Ekspres ini. Jadilah pengalaman pertama naik tuk-tuk (kendaraan serupa Bemo tapi dengan sisi kiri dan kanan yang terbuka)!

Ha ha ha… you guys should see tampang Ka Angga waktu itu :D

Hanya berjarak lima menit dan ongkos 20 bath (berempat) naik tuk-tuk, tibalah kami di terminal bus Hat Yai di Chot Witthayakhol Road, near Makro.

Aku langsung didaulat membeli tiket, karena di sini, bahasa asing benar-benar terpakai (maksudku benar-benar ‘asing’ yaa… I can do English, but Thai?). Kami berempat harus membayar 1800 Bath untuk tiket bus dan ferry-ride ke Koh Samui.

Waktu itu masih jam 7 lebih sedikit, bus kami baru akan berangkat jam 8.

Bergantian aku, Dian, Ka Angga dan Bang Ali, ke toilet so much for morning calls I guess… sembari diserbu rasa lapar, kami mengumbar bekal masing-masing di bangku peron dan memesan kopi (yang rasanya aduhai… JAUH). Aku dan Dian sempat tergoda menyicipi mie kemasan yang dijajakan (tapi label PORK aka SAPI KATE membuat kami mendelik)… Bang Ali dan Ka Angga nekad icip rasa yang lain, aku keburu mual.
Have you experienced flag-ceremony? Ya, jaman SD sampai SMA pernah seh… tapi melihatnya dengan mata kepala sendiri, di negeri orang? Yang ini isinya bukan barisan anak sekolah, bahkan tidak ada pasukan ataupun peserta upacara… hanya seorang pembawa sekaligus pengerek bendera ditemani lagu kebangsaan yang menyeruakkan gema-nya seantero terminal. Sumpah, aku terkesima! (And I will still be amazed later on by these people)

Sebelum upacara bendera itu usai, our bus was due to leave… jadi kami tidak sempat mengabadikan persitiwa tersebut.

Sayangnya bus kami kali ini hanyalah setingkat bus antar kota antar propinsi, yang kendati lumayan nyaman, sayangnya berhenti di setiap halte, parahnya lagi ternyata perjalanan kami masih another 6 da** hours!
Di perhentian pertama, aku sempat rada shock… kami benar-benar sudah di Bangkok, dan aku tidak lagi mengenali mereka ketika berbicara, ketika turun kami berusaha mencari makanan – mind you we haven’t had appropriate food since our last supper :( tapi baru sempat foto-foto sambil sight-seeing kondektur bus sudah meminta kami kembali ke dalam bus yang segera melaju; he said we can eat at our next stop.

Hampir jam 1 siang waktu tiba di perhentian kedua, sebuah gas station dengan rumah makan. Ka Angga dan Bang Ali tugasnya cari makanan, aku dan Dian ke toilet – simpan wudlu buat solat nanti. Sekembalinya, kita harus kecewa mendapati ternyata menu utama masakannya SAPI KATE (hu hu hu… sakit ati!).

Tahan deh lapernya!!! (teman-teman, belilah bekal selagi bisa… aku ingat sempat meremehkan bekal seabreg-abreg yang dikasih Uncle Solo si baik hati)

Akhirnya… sampai juga di Dan Sok Pier. Turun dari bus, kami masing-masing diberi tiket ferry. Di canteen pelabuhanlah kami membeli our so-late lunch…

Pelabuhannya ramai namun tetap tertib, hanya ada dua ferry bersandar. Salah satunya yang akan membawa kami ke Koh Samui.

Waktunya makan!! Dan menikmati perjalanan laut tentunya… lagi-lagi photo session ;)

Perjalanan 2 jam tidak terasa, akhirnya we arrived at Nathon Pier, Koh Samui dan hotel kami Moby Dick berada di daerah Chaweng Beach, kira-kira 30 menit dari pelabuhan. Tapi dasar baru pertama kali kita sama sekali buta arah dan ketika aku telpon penginapan, tidak ada yang menjawab, paniklah kita! Hari sudah sore dan awan menggulung tanda hujan semakin dekat…

Dalam kepanikan, handphone Bang Ali (yang hampir limitless sangat berguna, hehe) sangat berguna, I dialed my friend, Matt and asked for his help (since he’s the one recommending this place). He mentioned a place called Green Mango… I uttered that to the driver, dan kami langsung melesat tepat ketika hujan mulai turun.

Taxi yang kami tumpangi pasang argo 400 Bath (untuk kami berempat plus barang). Oya, ada dua macam taxi di sana; satu yang benar-benar bentuknya taxi dan argonya, the other one is sort of like mini van – yang terakhirlah yang kami naiki. Kenapa aku nggak nawar? Karena berdasarkan website penginapan yang aku baca, jika memutuskan naik taxi segitulah rate-nya!

Teman-teman, FYI, sebelumnya aku sudah berhubungan dengan si empunya penginapan bahwa kami akan datang untuk menginap di sana pada tanggal yang ditentukan (meski kami datang telat sehari, itu pun aku sudah sempat mengabarinya ketika masih di KL).

Letak penginapannya cukup strategis dengan kamar yang nyaman (with AC+warm water), tidak berada langsung di jalan utama, namun di kelilingi pub, resto, toko-toko branded, toserba dan penjaja sembarang benda untuk oleh-oleh… not to metion scattered money changer! Walah, mereka memang ke sini untuk menghabiskan uang, hehe…

Demi melepas lelah dan mandi, kami berleha-leha sesaat di kamar, selepas maghrib, kedua bodyguard wanna-be kami itu berinisiatif menyewa motorbike untuk berkeliling kota, hihi, so off we go!

Sebelumnya, kami sempat mendaftarkan diri untuk ikut tour ke Koh Tao dan Koh Nangyuan keesokan paginya, masing-masing kami harus merogoh kocek 1700 Bath (quite pricey for low season).

On the third largest island in Thailand yang terletak di gulf of Thailand ini pun kami harus benar-benar hati-hati memilih makanan, malam pertama itu dalam perjalanan sight-seeing dan upaya mencari makan malam yang layak (mengingat insiden sapi kate) kami terpaksa berakhir di kedai McD, karena sudah lapar ke ubun-ubun, hahaha :D

Melanjutkan perjalanan dengan motor di malam hari sangatlah menyenangkan, banyak yang bisa dijangkau. Setelah lelah muter-muter, kami kembali… aku dan Dian memutuskan beristirahat, entah Ka Angga dan Bang Ali…

Hari 4 (27/4) Esok paginya, kami siap untuk adventure ke Koh Tao dan Koh Nangyuan!

Kami dijemput jam 7.30 pagi, lagi-lagi kedua bos kami telat… telat bangun, telat bersiap-siap, terburu-buru hingga baru sadar kunci kamar nggak ada! AMPUN deh… penjaga hotel meyakinkan hal itu tidak usah dipusingkan, maka kami segera membereskan administrasi tour. Jelas sekali terlihat kalau escort kami mulai kesal, he once asked me where we come from, aku bilang Indonesia… “Aahh, Indonesia! Late!”

Sesampainya kami di pantai kecil yang disulap menjadi pesandaran ferry Tour Service Lomprayah jengkelku sudah hilang. Kami segera mengantri untuk mendaftarkan diri di loket, masing-masing dicek asal penginapan dan jumlah orangnya lalu ditempeli nomor, hihi, kayak mo apa aja ya… plus dipersenjatai dengan perlengkapan snorkel.

Light bfast yang tersedia, a cup of coffee or tea and bread… jet boat yang kami tumpangi keren! Terlihat sangat terawat dan fasilitasnya memadai (and we got free softdrinks), sayangnya kami tetap harus berebutan duduk, ko kayak kenal… kenalpot!

Suasana (lagi-lagi) dipadati dengan bule, wuihiyy… semua dengan pakaian seadanya, I really mean it, guys! Kurang lebih sejam perjalanan, tibalah di Koh Nangyuan, kami yang akan snorkeling dipisahkan untuk naik ke kapal berikutnya… sejenis kapal nelayan yang akan mengantarkan kami ke snorkeling-site Lighthouse.

Di kapal, sambil mendengarkan instruktur menerangkan perjalanan kami dan berapa lama waktu kami nanti di sana (dalam tiga bahasa, please deh jangan harap ada bahasa Indo-nya), semua orang sibuk dengan persiapan snorkel-nya, dari mulai mengolesi sun block sampai mencoba snorkel ataupun foto-foto – kayak kita tuh ;p

Jalan-jalan 10 hari – Why Not (Part1)

May 21, 2009


Well, it’s wasn’t like any of my plans when going overseas on a backpack… but pretty much acceptable.

Hari 1 (24/4)
AK 955 (CGK-KUL) takes off 2.30 PM
Passport √
NPWP √
Print-out ticket √
Cek-in temen2 √


Berhubung ini kali pertama keluar negeri pake NPWP (aka fiscal gratisan), agak bingung juga. Nah, ini tips-nya buat temen2. Usahakan fotokopi NPWP, passport dan KTP di kertas yang sama agar memudahkan pemeriksaan. Jangan lupa bawa kartu NPWP asli kali-kali diminta, en senyum donks sama petugasnya ;)


Akhirnya Tiba Juga Di KL!!!

Mind this, what you first saw during your trip might as well be what you will experience for the whole journey… hihi… Ya, ternyata temen-temen sperjalananku punya kebiasaan pejabat yang datengnya telat, ups, jadi deh kita harus selalu terburu-buru hingga kebiasaan ini berbuah pahit (nanti).

Duduk manis dua jam di dalam pesawat Low-Cost Carrier akhirnya tiba jua di LCCT Kuala Lumpur, Malaysia. Waktu menunjukkan pukul 6 PM (Malaysia time) – jgn lupa cocokin waktu setelah ketibaan yaa… Malaysia itu 1 jam lebih awal loh.

Dari sana, kami dijemput pihak Kedubes RI Malaysia (yg kebetulan senior di HI UNPAD) untuk bermalam di wisma Damai. Tapi untuk temen-temen yang mau menuju ke pusat kota (KL Sentral), bisa naik transit bus yang tiketnya tersedia di pintu ketibaan antar bangsa (International Arrival), harga mulai dari 8 – 9 RM, berangkat setiap 10-15 menit (peronnya dekat Coffee Bean).

There’s not much to see in KL actually, kecuali teman-teman memang niatnya belanja.

Setelah berganti pakaian dan janjian dengan seorang teman dari HC (Hospitality Club), kami pun berangkat menuju daerah Bangsar – known for the hippest part for youngster in KL. We had dinner and then strolled down the street sight-seeing the people, fabulous cars neatly parked, and gorgeous looking people in their best suits – TGIF!

It was past midnite when we returned to Wisma Damai, my senior had waited to welcome us… then we ended up chatting till what’s like 4 AM (Malaysia Time). I even couldn’t remember how I got to bed in first place!

Hari 2 (25/4) The next morning, as we decided to stay one night in KL before continuing our trip to Thailand by land, we went to Genting.

Setelah sarapan, kira-kira jam 10 (Malaysia Time) Pak Nanto, driver, took us to Pasar Rakyat, Bas Terminal, yang letaknya dekat dengan Kedubes RI, daerah Tun Razak. There we found both transport to go to Genting and our next trip – HatYai (the border between Malaysia and Thai). Watta luck! We paid for the bus fare for the night trip to HatYai and took the cab offer 60 RM to go to Genting… the four of us hopped into the car and off we go to Genting Highland :)

Perjalanan ke Genting sekitar satu setengah jam. Sesampainya di sana kami tidak buang-buang waktu, karena harus kembali setidaknya jam 5 sore dari Genting mengejar bus malam kami yang berangkat jam 9 malam dari Bas Terminal Pasar Rakyat.

Rute pulang kami memutuskan untuk naik Bus ke Pasar Rakyat, itung-itung lihat pemandangan baru kan? Untuk turun ke Bas Terminal dari Genting, kami menaiki Skyway, dengan 5 RM/person kami segera terpesona dengan pemandangan sekitar menuruni bukit.

Sesampainya di bawah, kami sudah kehabisan tiket untuk mengejar Bas yang berangkat jam 5 terpaksa kami menunggu Bas berikutnya yang berangkat 30 menit kemudian, momen ini kami pakai (lagi-lagi) untuk foto2, termasuk memanfaatkan ‘tangan’ baru Bang Ali :p (more)

Kira-kira 10 menit sebelum keberangkatan, Bas kami sudah ‘mejeng’ dengan indahnya di Peron yang bertuliskan Pasar Rakyat. Ada banyak rute yang bisa dijangkau dari terminal Bas ini, terlihat pemerintah Malaysia benar-benar mengakomodir perjalanan wisata di daerahnya. Dan perjalanan satu setengah jam itu jauh dari kebosanan, sepanjang jalan pemandangannya dibuka oleh padang luas seperti peternakan kuda, lalu padang hijau, hingga masuk ke jalan-jalan utama. Kalaupun kamu terlalu lelah, bangku-bangku Bas ini didesain sangat nyaman layaknya 2nd class (yg 1st class ceritanya menyusul yaaa..).