
Hampir tiap orang pernah mengalaminya… merasakan perihnya membakar di kulit, asinnya menyentuh lidah seperti derasnya air hujan, sakitnya memikul berton-ton beban di ulu hati.
“Aku dihempaskan… menjalin benang kusut… terpaku lalu MATI!”
Menyerah… mendengar kata itu disebutkan saja sudah membuat dahi mengernyit. Memperlihatkan usia yang termakan dalam perjuangan… peluh yang dikeluarkan, hingga tangis yang dikemas!
Siapa yang tidak suka kata ini? Hayoo… Yak! Bapak yang mengaku pengusaha dengan tas jinjing laptop besar di sudut sana… ada sekelompok orang-orang pemasaran… wartawan dan petinggi-petingginya yang haus berita ngga peduli hujan badai, kekeringan, perang atau apalah… para bos besar yang balapan dengan perutnya beserta bawahan-bawahannya (yang mungkin dikejar-kejar tuntutan korupsi)… TOP DOWN, hingga pengamen jalanan (yang kekeuh minta recehan – kalau bisa di atas seribu!) dan para penjaja ‘kenikmatan’ demi sesuap harapan kehidupan…
Ugh, aku sendiri tidak mau MENYERAH… meski berulang kali terhimpit, pasrah, menggeliat, berdarah… I manage to come back ON!
Malam ini aku kembali bergulat dengan Ralf, mencari kehangatan di antara selimut dan bantal bau-ku… ku tegaskan kuat-kuat di denyut syaraf abu-abu bahwa aku belum MENYERAH dan tidak akan pernah! Yes, I do cry all nite and sleep less than what feels like a blitz-hour… until NOW!
Jujur saja… apa kita pernah mengenal ‘sakit’ yang namanya MENYERAH ini? Dia bahkan didiagnosa lebih mematikan daripada AIDS, SARS atau flu burung…
Menyerah menghentikan petani meladang karena terik dan hama. Menyerah mematahkan pesakit tuk berjuang hidup. Menyerah mengenyahkan perundingan kesekian peperangan berakhir damai. Menyerah mengakhiri harapan untuk perubahan dan tatanan dunia masa depan yang lebih baik.
Menyerah adalah meletakkan nyawa untuk disantap oleh burung nazar.
Malam ini (lagi-lagi tak bisa tidur… dengan mata sembab) kembali ku mengantongi kepingan kenangan hidupku yang tercecer… “Aku belum menyerah!” gumamku lirih dalam gelap diiringi ‘senandung’ Laruku.
Sesaat ini, inginnya ku perlahan saja menghirup udara kehidupan di tanah-datar-gersang yang perlahan tengah dibangun seseorang… hhmm… sensasi Davidoff yang kurindukan…
I am a dreamer, aren’t we all? Thus, I’d never give up… especially not on you… my dreams!
Menyerah adalah angka mati! Menyerah bukan pilihan!
Pilihlah hidup karena hidup adalah pilihan, my writing may sound a bit lofty tapi mungkin nantinya akan lebih banyak yang berikan anggukan jika terungkap… teruntai-kata… “Banyak jalan menuju Inggris ;)” ups, maksudnya… “All are possible,” 143.
NB:
Jangan menyerah dulu ya…
Hapus saja kata itu dari kamus-mu!
Jangan menyerah dulu ya…
Di luar sana dunia belantara siap ditaklukkan!
Jangan menyerah dulu ya…
Banyak yang membutuhkannya… ya… KAMU!
Jangan menyerah dulu ya…
Ku tunggu kamu dengan hadiah termanis dari surga!